DARUL MUWAHHIDIN WONOSUMO

DARUL MUWAHHIDIN WONOSUMO
Page ini berisikan Informasi2 Islami yg berguna bagi Santri dan dan Allumni serta khalayak Umum disamping juga informasi2 berkaitan dengan Profil Institusi, Event, dan Aktifitas2 Lembaga Pondok Pesantren. Disini juga memberikan kemungkinan kepada siapapun baik yang masih berstatus sebagai Santri maupun Alumnus untuk sharing atau sekedar bernostalgia dengan suguhan foto2 serta untuk tetap mendapatkan update informasi2 berkaitan dengan Pondok Pesantren Darul Muwahhidin WONOSUMO.

Minggu, 09 September 2012

Keajaiban Al-Qur'an dan Angka 7



DATA angka membuktikan bahwa Quran tidak berubah dan diselewengkan. Beberapa orang percaya bahwa Quran, yang ada di tangan kita hari ini tidak lengkap dan mengandung sejumlah besar ayat-ayat yang disembunyikan. Dapatkah bahasa angka untuk membuktikan keyakinan yang keliru ini?

Beberapa menyatakan bahwa Quran Utsmani, semoga Allah meridhainya bahwa Ia telah membakar banyak ayat Al Quran ketika dia mengumpulkan Al Qur’an. Mereka mengatakan; Utsman telah membakar segala sesuatu yang tidak sesuai dengan ide-ide dan pendapatnya.

Dan oleh karena itu Al Quran kehilangan banyak Firman Tuhan, Apakah pandangan ini benar? Bisakah angka-angka membuktikan bahwa Qur'an sesuai keasliannya dan lengkap seperti diungkapkan oleh Allah, tanpa penambahan dan pengurangan?

Pada artikel ini kita tidak akan menggunakan retorika, tapi kita akan menggunakan bahasa angka-angka yang akan menjawab bagi siapapun yang menolak atau meragukannya. Anggapan bahwa Al Qur’an telah diselewengkan dan dikurangi berarti akan merubah jumlah angka-angka yang akan dibuktikan.

Jika kami menemukan bahwa jumlah ayat, surat dan kata-kata sesuai dengan perhitungan yang detail, hal itu menunjukkan bahwa Quran adalah lengkap, seperti yang dijelaskan oleh Allah. Allah berfirman: (Tidak terdapat kesalahan di depan maupun dibelakang. Ia diturunkan oleh Dzat yang maha perkasa lagi bijaksana (Fushshilat: 42). Ini adalah bukti firman Allah:  
“Kamilah yang menurunkan Al Qur’an dan kamilah yang menjaganya” (Al Hadid: 9)
Apa yang cocok untuk urutan angka keajaiban ini?

Tujuh (7) adalah angka yang memiliki nilai tersendiri dalam Al Qur’an. Ia disebut sebagai As Sab’u Al Masani (tujuh ayat yang senantiasa di ulang-ulang sepanjang zaman) dialah al Fatihah. Thawaf di Kabah juga dilaksanakan tujuh kali putaran. Sujud, juga harus bersentuhan tujuh anggota badan, setiap atom dari atom-atom alam semesta terdiri dari tujuh lapisan.



Tanah dimana kita hidup terdiri dari tujuh lapisan, langit diatas kita juga terdiri dari tujuh tingkat, bilangan hari juga ada tujuh hari, dan masih banyak lagi misteri tentang bilangan tujuh.

Dalam sebuah ayat: (dan kemudian berbalik ke langit dan membuat mereka tujuh langit, dan Dia maha mengetahui atas segala sesuatu [Al-Baqarah: 29].

Saudara saya ajak untuk merenungkan angka tujuh. Angka ini punya kaitan dengan keajaiban Al Qur’an. Dan menunjukkan Al Qur’an adalah mukjizat terbesar. Ia tidak di tambah dan tidak di kurangi, baik ayat maupun hurufnya.

Kita semua tahu bahwa jumlah ayat-ayat Al-Qur'an adalah Surah 114, dan jumlah ayat-ayat Al-Qur'an adalah ayat 6.236. Dan tentu saja bergantung pada Al-Quran yang ada di tangan kami, sebuah Quran Madinah. Turunnya Al Quran adalah 23 tahun.

Apa kaitannya angka tujuh dengan angka-angka diatas?

"Allah menurunkan Al-Qur'an 114 surat dalam 23 tahun. Angka yang dihasilkan dari deretan 23 dan 114 = 23.114 jumlah ini merupakan kelipatan dari tujuh (7) di kedua arah.
  • Ketika kita membaca angka dari kiri ke kanan adalah 23.114 = 7 × 3.302
  • Ketika kita membaca nomor dari kanan ke kiri adalah 41.132 = 7 × 5.876
Dalam penemuan selanjutnya: "Allah menurunkan ayat-ayat Alquran 6.236 dalam 23 tahun.

Angka 23, 6.236 dan output dari deretan angka-angka ini adalah 236.236 yang merupakan kelipatan tujuh di kedua arah juga.
  • Ketika kita membaca angka dari kiri ke kanan adalah 236.236 = 7 × 33.748
  • Ketika kita membaca nomor dari kanan ke kiri adalah 632.632 = 7 × 90.376
Oke, kita lanjutkan: bahwa Allah menurunkan Al Qur’an 6.236 ayat dan ditempatkan di 114 surat.

Gabungan dari 6.236 ayat dan 114 surat adalah 1.146.236, sejumlah tempat yang terdiri dari tujuh merupakan kelipatan dari tujuh di kedua arah.
  • Ketika kita membaca angka dari kiri ke kanan adalah 1146236 = 7 × 163.748
  • Ketika kita membaca nomor dari kanan ke kiri adalah 6326411 = 7 × 903.773
Dari beberapa data yang saya tulis, dengan bukti yang jelas, apakah Anda masih ragu kalau Al Qur’an adalah bukan mukjizat Nabi Muhammad atau Al Qur’an pernah ditambah atau dikurangi?

Kita semua tahu bahwa ayat pertama dalam Alquran adalah (بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ) dan ayat terakhir dalam Quran adalah (مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ), dari dua ayat ini kita akan mengetahui bahwa setiap huruf dari al Qur’an tidak ada tambahan dan pengurangan. Ini menunjukkan bahwa Al Qur’an dari awal sampai akhir adalah asli dan benar.

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Kalau di angkakan, kalimat bismillah… adalah sejumlah 6 (بسم), 3 (الله) ,4 (الرحمن), 6 (الرحيم) , kita dihadapkan dengan nomor: 6.643 dan jumlah ini merupakan kelipatan dari tujuh adalah sama dengan:

6.643 = 7 × 949

Tapi apakah ini suatu kebetulan dan bagaimana untuk memastikan itu bukan suatu kebetulan? 



Jawabannya adalah bahwa kita beralih ke ayat lain dalam Alquran, dan menulis bahasa kata-kata: مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ (minal jinnati wannas)

Tetapi kalau diangkakan, ayat terakhir surat An Nas ini sebagai berikut: 5 1 5 2 atau 5.152 merupakan kelipatan dari tujuh juga, di mana kita dapat mengatakan:

5.152 = 7 × 736

Perhatikan, ayat pertama dan ayat terakhir dari Al Qur’an sama. Subhanallah!

Tapi apakah aturan ini berlaku untuk kata pertama dan kata terakhir dalam Quran?

Kata pertama dalam Quran adalah (بسم) telah diulang dalam Al-Qur'an 22 kali, dan kata terakhir dalam Al-Quran adalah (الناس), telah diulang dalam Al-Quran 241 kali, kata-kata ini dalam angka sebagai berikut: 241 22 dan adalah membentuk untuk memiliki sejumlah 24.122 kelipatan dari tujuh, yaitu:

24.122 = 7 × 3.446

Sesuai Asbabun Nuzul, kata pertama dalam yang turun adalah اقرأ dan kata terakhir (لا يظلمون) yang berarti: (Dan takutlah kalian akan hari ketika kalian akan di kembalikan kepada Allah dan kemudian setiap jiwa akan wafat dan mereka tidak akan dirugikan) [Al-Baqarah: 281].

Dan ketika mencari kata (اقرأ), kita menemukan itu diulang 3 kali dalam Quran, tetapi firman (يظلمون) terulang 15 kali. Kita menemukan angka-angka yang bahasa kata pertama diulang 15 kali dan kedua 3 kali dan jumlah yang dihasilkan deretan angka-angka ini adalah 315 merupakan kelipatan dari tujuh sebagai berikut:

315 = 7 × 45

Akhirnya, pertama Surah dalam Al-Quran diberi nomor 1 dan Surah terakhir diberi nomor 114, dalam rangka untuk memastikan bahwa tidak ada lebih dan tidak kurang, kita menemukan referensi numerik dalam dua angka 1 dan 114, ketika kita gabungkan, kita mendapatkan nomor baru adalah 114-1 merupakan kelipatan dari angka tujuh juga:

1141 = 7 × 163

لا يأتيه الباطل من بين يديه ولا من خلفه تنزيل من حكيم حميد

(tidak pernah datang dalam Al Qur’an suatu kebatilan, baik dari arah depan maupun belakang. Diturunkan oleh Dzat yang Maha bijaksana lagi Maha terpuji)

والله أعلم بالصواب (wallahu'alam)

Sumber

Kamis, 06 September 2012

Jejak Ajaran Nabi Ibrahim Di Tanah Jawa "Indonesia"

  Jejak Ajaran Nabi Ibrahim Di Tanah Jawa "Indonesia" 
Sebagai seorang Muslim maka saya percaya bahwa Apa yang difirmankan Allah dalam Al-Quran adalah kebenaran. Dalam salah satu ayatnya Allah berfirman :
 
Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia (QS 3:96)
Ya, rumah yang mula-mula itu adalah Ka’bah. Di ayat diatas berhubung kalimat “tempat beribadat” diapit tanda (…), maka bisa juga diartikan sebagai rumah yang pertama ada. Tetapi berhubung kalimat selanjutnya berhubung dengan ber’kah dan petunjuk, maka bisa diartikan sebagai rumah pertama di bumi dan rumah pertama untuk beribadah. Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana bentuk Ka’bah pertama kali?. Apakah bentuknya berupa Kubus seperti bentuk sekarang?.
Berhubung tidak ada sumber pasti bagaimana bentuk Ka’bah pertama kali maka aku asumsikan bentuk Ka’bah pertama kali kemungkinan Piramid. Kok bisa?.
Ka’bah yang kita lihat sekarang adalah Bangunan berbentuk Kubus dengan ruang yang pernah mengalami beberapa renovasi mengingat usia dan adanya bencana. Renovasi kemungkinan dilakukan untuk meremajakan, merubah bentuk atau memperluas ruang. Renovasi yang pernah terjadi antara lain ketika Ka’bah dibangun kembali setelah rusak gara-gara banjir sekitar tahun 600 M dimana pada saat itu Rasulullah (sebelum jadi nabi), menjadi pihak yang meletakkan kembali Hajar Aswad (Batu Hitam), yang sempat menjadi perselisihan petinggi Suku Quraisy.
Pada jaman kuno ribuan tahun sebelum Masehi daerah gurun Arab dimana sekarang terletak kota Mekah, merupakan tempat yang terisolasi. Hal itu bisa kita lihat bahwa wilayah Arab hampir tidak pernah menjadi tempat jajahan kerajaan-kerajaan Kuno yang besar semisal Romawi, Alexander Agung, Persia atau Yunani. Jika bangsa India pernah sampai ke Arab itu juga jauh ribuan tahun setelah jaman Ibrahim. Jadi secara kebudayaan masih tertinggal dan kuno.
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar baitullah (Ka’bah) bersama Ismail (seraya berdoa): “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.(Al-Quran 2:127)
Kalau kita baca QS 2:127 diatas, kita bisa memahami lain lagi bahwa seolah-olah sebelum Ibrahim dan Ismail sampai ke lembah Bakah (Mekah), Ka’bah sebenarnya sudah ada. Hal itu bisa kita baca dari kallimat “meninggikan dasar-dasar”, lantas siapa yang membangun dasar Baitullah (Ka’bah) sebelum mereka hadir?. Apakah Adam atau Nuh atau malaikat?. Seperti kita ketahui ada beberapa riwayat yang mengatakan bahwa sebelum ada manusia Malaikat sering melakukan thawaf diatas daerah tersebut (hanya Allah yang tahu).
Untuk membangun bangunan dengan batu yang luasnya sekitar 100 m2 dan dengan ketinggian yang cukup tinggi (Lihat QS 2:127 diatas ) Hal itu pasti agak sulit untuk dikerjakan oleh 2 orang (Ibrahim dan Ismail), mengingat mereka harus mengecor atap (kecuali tanpa atap atau beratap kayu, meski sepertinya tidak mungkin). Hal itu akan lebih mudah dilakukan jika bentuknya Piramid baik bentuk runcing atau setengah runcing. sehingga lebih mudah membangunnya.
GAMBAR 1. KEMUNGKINAN BENTUK AWAL KA’BAH
Ketika masih berjumlah sedikit, peribadatan kemungkinan dilakukan DI DALAM Ka’bah.
GAMBAR 2. BENTUK KA’BAH SEKARANG
Nabi Ibrahim selain sebagai manusia yang membangun Tempat Ibadah pertama kali, juga merupakan Imam bagi seluruh manusia. Itulah mengapa pengaruhnya menyebar ke banyak bangsa di dunia, termasuk bentuk tempat ibadah yang menyerupai Ka’bah. Nabi Ibrahim sebagai Imam bagi umat manusia bisa dibaca di DISINI 
Pada awalnya tentu pengaruh yang disebarkan oleh nabi Ibrahim adalah ajarannya yang monotheisme (Tauhid) dan bentuk tempat ibadahnya. Jika ajarannya menyebar maka bentuk tempat ibadahnya juga akan menyebar. Itulah mengapa pada jaman kuno bentuk rumah ibadah mereka hampir semuanya berbentuk menyerupai Ka’bah (Piramid).
Piramida Suku Inka (Amerika Latin)
Piramida Mesir


Piramid yang tadinya kecil dan berada di gurun tandus telah menyebar ke berbagai penjuru dunia dan tiba di berbagai bangsa besar yang memiliki peradaban lebih maju. Sehingga pengaruh bangunan piramid yang sampai ke bangsa besar tersebut pada akhirnya berubah menjadi bentuk piramid yang besar pula .
Tetapi kita harus mengakui bahwa ajaran yang dibawa oleh nabi Ibrahim tidak bisa bertahan pada masing-masing bangsa itu. Yang setelah berjalannya waktu masing-masing bangsa membuat kreasinya sendiri dengan mengukir pahatan (relief) pada dinding piramid. Hal ini juga terjadi ketika para Musyrikin Mekah pada saat itu menempatkan patung-patung disekitar Ka’bah sebagai bentuk lain dari relief.
Ajaran yang pada awalnya adalah Monoteisme juga berubah menjadi ajaran Pagan, dimana hampir semua bangsa yang mempunyai Piramid membangun Piramid tidak untuk beribadah kepada Tuhan Yang Satu tetapi untuk menghormati Tuhan mereka yaitu Dewa Matahari atau Tuhan buatan lainnya dan juga sekaligus sebagai tempat pemakaman. Tetapi Tuhan selalu mengutus banyak utusan untuk meluruskan ajaran Nabi Ibrahim yang menyimpang, sehingga ajaran yang tadinya menyimpang lambat laun kembali ke monotheisme. Misalnya Musa yang harus mengingatkan Penguasa Mesir (Fir’aun) agar kembali menyembah Allah.

Piramid di Indonesia, khususnya Candi-candi di Jawa kemungkinan pengaruh Ka’bah pada jaman nabi Ibrahim. Hal ini diperkuat dengan adanya beberapa artikel yang menyinggung mengenai “Bani Jawi” yang merupakan keturunan dari nabi Ibrahim. Kata “Jawi” dalam kesusatraan Jawa merupakan kata “halus” dari Jowo (Jawa).  Di dalam masyarakat Jawa kata-kata seperti “Tiyang Jawi (orang Jawa)” , “Serat Jawi (lembaran sastra Jawa)”, “Babad Tanah Jawi” sudah umum. Seperti kita ketahui bahasa Jawa itu bahasa yang paling ribet di seluruh dunia. Karena dalam 1 suku ada tingkatan-tingkatan bahasa yang bisa mencapai 6 tingkatan atau lebih dari bahasa yang paling kasar sampai paling halus, dimana tidak semua orang Jawa menguasainya.

Orang Jawa sebelum datangnya Islam percaya akan adanya monoteisme (Sang Hyang Widhi). Dan bahwa di dalam naskah-naskah Kuno Bangsa Jawa disebutkan bahwa Batara Brahma merupakan leluhur dari raja-raja di tanah Jawa. Brahma merupakan nama lain Ibrahim.
Pendapat mengenai Bani Jawi yang merupakan keturunan Nabi Ibrahim bisa anda cari sendiri di Google. Secara sempit Bani Jawi mengacu ke Jawa tetapi secara Luas Bani Jawi antara lain meliputi “Sunda, Melayu/Sumatra, Bugis dll” yang berasal dari garis Ketura (Istri nabi Ibrahim yang lain).  Menurut beberapa penulis Nusantara adalah Atlantis dulunya, dimana merupakan pusat peradaban pada jaman dulu. Khusus untuk Jawa ada yang istimewa bahwa hampir 50% fosil manusia purba dari seluruh dunia ditemukan disini (daerah Sangiran).
Jika anda membaca ceritera pembangunan Candi Perambanan (secara mistik), diceritakan bahwa pembangunan Candi perambanan dilakukan oleh ribuan Jin atas kehendak “Bandung Bandawasa” terhadap “Dewi Rorojonggrang (Ratu Boko)” dimana pembangunannya secara singkat. Hal ini mirip kisah “Nabi Sulaiman” terhadab “Ratu Balqis”. Meski alur ceritanya tidak sama persis 100%.
 
Kompleks Istana Ratu Boko yang terletak di sekitar Jogja diperkirakan dibangun pada abad 8 M. Tetapi kemungkinan lebih tua dari itu. Kompleks Ratu Boko merupakan kompleks isatana Purbakala yang luas, dan mungkin terluas di Indonesia. Kompleks Ratu Boko bila disaksikan dari udara adalah seluas pada gambar dibawah ini.
 

Dari gambar diatas bisa kita lihat bahwa luas istana Ratu Boko berhektar-hektar.  Dibawah ini adalah gambar sisa-sisa istana Ratu Boko yang masih tersisa.

Salah satu tokoh yang ahli dalam matematika Al-Quran yaitu Fahmi Basa bahkan mengungkapkan beberapa hal menarik sebagai berikut (sumber republika) :

Pertama adalah tentang tabut, yaitu sebuah kotak atau peti yang berisi warisan Nabi Daud AS kepada Sulaiman. Konon, di dalamnya terdapat kitab Zabur, Taurat, dan Tongkat Musa, serta memberikan ketenangan. Pada relief yang terdapat di Borobudur, tampak peti atau tabut itu dijaga oleh seseorang.

Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: ‘Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman’.” (QS Al-Baqarah [2]: 248).

Kedua, pekerjaan jin yang tidak selesai ketika mengetahui Sulaiman telah wafat. (QS Saba [34]: 14). Saat mengetahui Sulaiman wafat, para jin pun menghentikan pekerjaannya. Di Borobudur, terdapat patung yang belum tuntas diselesaikan. Patung itu disebut dengan Unfinished Solomon.

Ketiga, para jin diperintahkan membangun gedung yang tinggi dan membuat patung-patung. (QS Saba [34]: 13). Seperti diketahui, banyak patung Buddha yang ada di Borobudur. Sedangkan gedung atau bangunan yang tinggi itu adalah Candi Prambanan.

Keempat, Sulaiman berbicara dengan burung-burung dan hewan-hewan. (QS An-Naml [27]: 20-22). Reliefnya juga ada. Bahkan, sejumlah frame relief Borobudur bermotifkan bunga dan burung. Terdapat pula sejumlah relief hewan lain, seperti gajah, kuda, babi, anjing, monyet, dan lainnya.

Kelima, kisah Ratu Saba dan rakyatnya yang menyembah matahari dan bersujud kepada sesama manusia. (QS An-Naml [27]: 22). Menurut Fahmi Basya, Saba artinya berkumpul atau tempat berkumpul. Ungkapan burung Hud-hud tentang Saba, karena burung tidak mengetahui nama daerah itu. “Jangankan burung, manusia saja ketika berada di atas pesawat, tidak akan tahu nama sebuah kota atau negeri,” katanya menjelaskan. Ditambahkan Fahmi Basya, tempat berkumpulnya manusia itu adalah di Candi Ratu Boko yang terletak sekitar 36 kilometer dari Borobudur. Jarak ini juga memungkinkan burung menempuh perjalanan dalam sekali terbang.

Keenam, Saba ada di Indonesia, yakni Wonosobo. Dalam Alquran, wilayah Saba ditumbuhi pohon yang sangat banyak. (QS Saba [34]: 15). Dalam kamus bahasa Jawi Kuno, yang disusun oleh Dr Maharsi, kata ‘Wana’ bermakna hutan. Jadi, menurut Fahmi, wana saba atau Wonosobo adalah hutan Saba.

Ketujuh, buah ‘maja’ yang pahit. Ketika banjir besar (Sail al-Arim) menimpa wilayah Saba, pepohonan yang ada di sekitarnya menjadi pahit sebagai azab Allah kepada orang-orang yang mendustakan ayat-ayat-Nya. “Tetapi, mereka berpaling maka Kami datangkan kepada mereka banjir yang besar[1236] dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Atsl dan sedikit dari pohon Sidr.” (QS Saba [34]: 16).

Kedelapan, nama Sulaiman menunjukkan sebagai nama orang Jawa. Awalan kata ‘su’merupakan nama-nama Jawa. Dan, Sulaiman adalah satu-satunya nabi dan rasul yang 25 orang, yang namanya berawalan ‘Su’.

Kesembilan, Sulaiman berkirim surat kepada Ratu Saba melalui burung Hud-hud. “Pergilah kamu dengan membawa suratku ini.” (QS An-Naml [27]: 28). Menurut Fahmi, surat itu ditulis di atas pelat emas sebagai bentuk kekayaan Nabi Sulaiman. Ditambahkannya, surat itu ditemukan di sebuah kolam di Candi Ratu Boko.

Kesepuluh, bangunan yang tinggal sedikit (Sidrin qalil). Lihat surah Saba [34] 16). Bangunan yang tinggal sedikit itu adalah wilayah Candi Ratu Boko. Dan di sana terdapat sejumlah stupa yang tinggal sedikit. “Ini membuktikan bahwa Istana Ratu Boko adalah istana Ratu Saba yang dipindahkan atas perintah Sulaiman,” kata Fahmi menegaskan.

 

KLIK GAMBAR DIATAS UNTUK MEMPERBESAR

Selain bukti-bukti di atas, kata Fahmi, masih banyak lagi bukti lainnya yang menunjukkan bahwa kisah Ratu Saba dan Sulaiman terjadi di Indonesia. Seperti terjadinya angin Muson yang bertiup dari Asia dan Australia (QS Saba [34]: 12), kisah istana yang hilang atau dipindahkan, dialog Ratu Bilqis dengan para pembesarnya ketika menerima surat Sulaiman (QS An-Naml [27]: 32), nama Kabupaten Sleman, Kecamatan Salaman, Desa Salam, dan lainnya. Dengan bukti-bukti di atas, Fahmi Basya meyakini bahwa Borobudur merupakan peninggalan Sulaiman. Bagaimana dengan pembaca? Hanya Allah yang mengetahuinya. Wallahu A’lam. (Republika)
Fahmi Basa menyimpulkan bahwa Candi Borobudur Prambanan dan daerah sekitarnya merupakan peninggalan  nabi Sulaiman. Tentu banyak pendapat yang menentang. Karena dari segi tahun sejarah mungkin beda. Tetapi jika mendapat pengaruh mungkin bisa saja. Paling tidak artikel ini bisa menambah wawasan keagamaan kita. Tidak mengapa jika anda tidak setuju.
Yang  menjadi pertanyaan sekarang adalah kapan sebenarnya dan berapa lama  kira2 candi-candi itu (khususnya Borobudur & Prambanan) dibangun?

Rabu, 05 September 2012

Mantan Pendeta dan Raja Papua Yang Masuk Islam

Dia adalah Ismail Saul Yenu

Suatu saat saya berpikir: ”Kalau Kristen terus, berarti ini melanjutkan zaman Belanda. Masyarakat tidak akan pernah maju.” (Ismail Saul Yenu)

Ismail Saul Yenu : Raja Papua Yang Suka Berdakwah

Subhanallah, hidayah memang datang tak mengen
al umur. Itulah yang saya alami. Saat usia menginjak angka 68 tahun, Allah membuka pintu hati saya untuk masuk Islam. Padahal bertahun-tahun, saya adalah seorang pendeta, malah saya adalah ketua pendeta di Manokwari. Saya sekaligus adalah Kepala Suku Besar Serui.

Saya terlahir dengan nama Saul Yenu. Saya adalah manusia tiga zaman. Saya merasakan hidup di zaman Belanda, Jepang, dan kemerdekaan. Saya lahir 28 Oktober 1934. Karena itu saya pernah merasakan perih getirnya perjuangan. Saat itu saya sebagai pejuang pembebesan Irian Jaya.

Ternyata setelah kemerdekaan, penduduk Irian Jaya bukannya tambah berbudaya. Mereka tetap saja dalam ketertinggalan. Mereka tetap telanjang. Padahal di sana banyak berkeliaran para misionaris. Kekayaan alam yang dimiliki Irian Jaya ternyata tak memberi dampak kemajuan kepada penduduknya.

Ini saya lihat berbeda dengan kalangan Muslim. Kebetulan saya bergaul dengan baik dengan kaum Muslim di Irian Jaya, terutama ABRI (sekarang TNI) yang sering mengadakan kegiatan ABRI masuk desa pada dasawarsa 70-80-an. Mereka semua berpakaian. Mereka pun membangunkan rumah-rumah gratis bagi warga Irian. Begitu senangnya saya dengan mereka hingga saya pun dengan senang hati sering memberi bantuan kepada mereka. Kebetulan saat itu saya bekerja di Departemen Pekerjaan Umum.

Pergaulan intensif saya dengan orang-orang Muslim itu sedikit demi sedikit menimbulkan kekaguman pada diri saya. Mereka selalu membersihkan diri setiap hari minimal lima kali sehari. Mereka pun selalu shalat. ”Wah, jangan-jangan karena mereka sembahyang terus tiap hari, bumi ini menjadi berkah,” pikir saya.

Ini sangat berbeda dengan kebiasaan kami. Kami hanya ke gereja seminggu sekali. Itu pun tidak wajib. Berarti doa hanya sekali seminggu. Itu pun banyak di antara jemaaht gereja masih dalam keadaan habis minum bir dan minuman keras lainnya. ”Bagaimana doa bisa diterima kalau mabuk,” pikir saya.

Tapi itulah, kenyataaannya. Suatu saat saya berpikir: ”Kalau Kristen terus, berarti ini melanjutkan zaman Belanda. Masyarakat tidak akan pernah maju.” Soalnya, memang Belanda-lah yang membawa misi Kristen di Irian Jaya pertama kali. Dan hingga kini, misionaris tidak membangun peradaban baru. Justru mereka ingin mempertahankan budaya Irian yang sebenarnya terbelakang.

Pergaulan saya dengan orang-orang Muslim mengantarkan saya pada sebuah kesimpulan bahwa Islam identik dengan kemajuan. Dan inilah yang saya lihat sendiri. Orang-orang Muslim justru mengajak kami menggunakan pakaian. Belakangan saya baru tahu bahwa ada kewajiban bagi setiap Muslim menutup aurat.

Begitu eratnya hubungan saya dengan kaum Muslim ini hingga kalangan Kristen di Manokwari menyebut saya pendeta Krimus, alias Kristen Muslim. Saya bilang kepada mereka: ”Janganlah mengatakan seperti itu, nanti malah bisa menjadi Muslim betulan.”

Kekaguman saya atas perilaku kaum Muslim itulah yang membuat tekad saya kian kuat untuk memeluk Islam. Saya yakin: Islam adalah kemajuan. Pelajaran kependetaan yang saya jalani di Gereja Tabernakel tak mampu mencegah keinginan saya memenuhi panggilan Allah.

Jalan Berliku

Ternyata tak mudah masuk Islam. Mungkin karena saya adalah kepala pendeta dan kepala suku besar. Hingga suatu saat ketika saya menyampaikan niat saya kepada seorang kepala KUA di Manokwari, dia menolak. Sepertinya dia tak berani mengislamkan saya.

Tapi niat hati ini tak bisa dibendung. Saya akhirnya memutuskan pergi ke Jakarta demi niat tersebut. Saya dibantu oleh saudara Khairudin, kenalan saya yang bekerja di Angkatan Laut. Saya kemudian diantar ke Condet, menghadap seorang ulama di sana. Di situ saya mengucapkan syahadat. Saya pun mengubah nama menjadi Ismail Saul Yenu.

Untuk lebih meyakinkan lagi, saya dibawa ke Masjid Al Azhar di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Saat itu bulan Februari 2002. Keislaman saya disahkan di masjid besar itu. ”Alhamdulillah.” Setelah itu, saya pun disunat. Saya dibawa ke Bandung. Dalam kondisi sudah tua seperti ini saya harus sunat bersama anak-anak. Memang agak malu, tapi harus bagaimana lagi.

Masuk Islam saya ternyata sampai juga ke Irian Jaya, Belanda, dan Jerman. Mereka gempar. Jelas mereka tak terima langkah saya, apalagi saya punya posisi yang penting di Manokwari khususnya Suku Besar Serui.

Karena itu saya memutuskan untuk tidak langsung pulang. Saya ingin tinggal di Jakarta terlebih dahulu, sekalian belajar Islam. Kebetulan saat itu adalah musim haji. Saya ingin sekali naik haji. Berkat bantuan teman-teman di Jakarta, akhirnya saya dibantu Pak Amien Rais untuk menunaikan haji. Dalam kondisi masih diperban, saya berangkat haji bersama rombongan Aisyiyah.

Sepulang dari haji, saya diminta tak langsung pulang ke Irian. Tapi saya tetap nekad. Saya yakin Allah akan selalu menyertai kita. Saya yang sejak haji mengenakan gamis panjang dan topi haji, berangkat naik kapal Pelni. Banyak liku-liku di perjalanan, termasuk ketika kapal dilarang merapat di Ambon karena ada konflik. Saya nekad meminta kapal dibolehkan sandar. Kapal pun sandar.

Ketika kapal Ciremai sampai di Manokwari, saya justru disambut. Tidak hanya kalangan Islam tapi juga Kristen. Saya diterima secara adat dengan cara melewati kain slopang sepanjang 40 meter berwarna biru tua. Ini adalah simbol kematian. Tapi di atas kain itu ditaruh 100 piring yang menandakan kebangkitan. Ini artinya, sebagai pendeta sudah mati dan bangkit lagi sebagai haji.

Sejak itu saya berusaha menyampaikan Islam kepada siapapun. Baik kepada keluarga maupun saya datang langsung ke gereja. Saya selalu bilang kepada mereka: ”Saya datang untuk sampaikan firman Allah yang sebenarnya.”

Memang baru hal-hal ringan yang saya sampaikan seperti tidak boleh mabuk, harus selalu bersih dan suci. Saya juga menyampaikan bahwa Islam tidaklah seperti yang digambarkan oleh para misionaris sebagai agama yang harus dibenci. Islam adalah agama yang baik yang mengajarkan manusia untuk berbudaya luhur, tidak telanjang seperti sekarang. ”Ajaran yang demikian baik, seharusnya bisa diterima,” kata saya dalam setiap pertemuan.

Paling tidak hingga kini sudah ada 50 orang yang masuk Islam. Alhamdulillah. Sebanyak 20 di antaranya sudah naik haji. Keluarga pun beberapa mengikuti jejak saya. Anak saya yang berjumlah 37 orang, tujuh di antaranya sudah masuk Islam. Istri saya empat orang, dua di antaranya pun sudah jadi mualaf. Alhamdulillah. Saya akan terus berusaha agar penduduk Irian terbebas dari keterbelakangannya dengan cara mengajak mereka masuk Islam.

Berbagai bantuan kini sedang saya kumpulkan, terutama adalah pakaian. Saya ingin mereka berpakaian, menutup aurat. Itulah salah satu ajaran Islam. Allahua akbar Islam akan memebawa suku terkebelakang menjadi manuasia yang terhormat dan beradab! (hidayatullah)

Sumber